Article

Dipresentasikan oleh :
Ramot Simanjuntak, SS (Ray)

Maximize Indonesian Teacherhood - To Become English Facilitator
(Memaksimalkan Keguruan Guru Indonesia - Menjadi Facilitator Bahasa Inggris)
April 3rd, 2010
Start at 09.00 - 12.00

RRayProFoundation@yahoo.com
61-21-80229257
61-21-813.8686.4167


Untuk :
Pendidik Indonesia

“Tidak bisa tidak, karena memang harus ada target dan system yang mengikat dan membuat suatu komunitas berbahasa dan biarkan system itu yang bekerja sendiri”. (Ramot Simanjuntak, SS)

Latar Belakang :

1. Dunia mengajar sekarang ini membutuhkan Bahasa Inggris, sebagai penunjang pemahaman Teknologi Informasi.
2. Sesuai tuntutan pemerintah dalam Undang-undang dan peraturan pemerintah RI no.14 Guru kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi.
3. Guru profesional yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman yaitu Pendidik Berwawasan Global yang dapat menjawab dinamika pengajaran sekarang ini.
4. Menjadi kelebihan sekolah jikalau mampu memberdayakan guru lokal menjadi English Facilitator, karena tidak perlu lagi mencari tenaga outsourcing.
5. Inilah salah satu cara menciptakan Bilingual Teacher dan salah satu jalan menuju Bilingual School yang bertaraf Internasional.

Definisi :

1. Fasilitator : Para guru/staff yang mampu memfasilitasi siswa dalam membantu mereka dalam menguasai Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Baik dalam bentuk “Applied English Community” atau “Teaching- Learning Activities”.

2. Motivator : Para guru/staff yang bisa memotivasi siswa di dalam kelas dengan berperan langsung dalam “English Art”. Sehingga para siswa juga bisa melihat bahwa para civitas akademik memberi respon positive akan pentingnya Bahasa Inggris.

3. Maximized Teacherhood : Dalam hal ini adalah Guru Maksimal yang mampu memberdayakan potensi diri dalam membaca tuntutan global sekarang ini, yaitu guru yang mau menemukan kesejatiannya profesinya dalam menghadapi tuntutan global jaman tersebut.

Tujuan Dan Sasaran :

Menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar kedua sehari-hari di sekolah. Untuk mencapai tujuan ini, maka Para guru/dosen/staff dituntut untuk dapat:

1. Menjadi Facilitator Bahasa Inggris (*)
2. Oral Participation in daily learning process
3. Mengaktifkan group-discussion (Membuat siswa aktif dalam belajar berkelompok “English Art”).
4. Active presentation/oral skills/Melakukan presentasi/berbicara.
5. Sekolah & univesitas lokal menyelenggarakan Program Brother - School & Sister- School dengan sekolah di luar negeri dengan cara bergabung bersama Global Gateway Programme.
6. Guru & Dosen bergabung dalam Teacher’s International Professional Development. KKG/MGMP International Links and Partnership
7. Guru & Dosen dapat mengakses international test melalui Trends in International Mathematics & Science

NB : (*) Diseleksi sebelumnya

Proses :

1. Pre-Test (Instant Structure)
2. Pelatihan Para guru/dosen/staff , (32 hours)
3.Test (Seleksi Fasilitator Bahasa Inggris)
4. Pelatihan calon fasilitator Bahasa Inggris (32 hours)
5. Pengangkatan English Facilitator
6. Persiapan Program (kurikulum, silabus)
7. Launching (disarankan pada awal Tahun ajaran baru)
8. Seminar Bilingual School
9. Supervisi & Evaluasi secara bertahap

Bilingual :

1. 70% masyarakat dunia menggunakan lebih dari satu bahasa.
2. Memiliki komunitas bilingual adalah aset yang positif.
3. Tentu saja menguntungkan perkembangan intelektual siswa.
4. Mendukung perkembanga bahasa ibu, meningkatkan perkembangan bahasa kedua.
5. Belajar bahasa kedua selalu efektif ketika diajarkan dalam proses belajar.
6. Memperoleh bahsa kedua membutuhkan motivasi.
7. Motivasi terbesar berasal dari guru dan orang tua.


Profil Pembicara :

Ramot Mangatur Simanjuntak telah menjadi pengajar Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (English as Second Language) selama 11 tahun. Lulus dari Fak.Sastra & Filsafat UNIKA ST.THOMAS Medan tahun 1998. Beliau telah menyampaikan beberapa seminar, workshop, pelatihan Bahasa Inggris di Jabotabek, Medan, Surabaya, Semarang, Lampung, Probolinggo, Pekan Baru, Batam dan sekolah, perusahaan di Indonesia. Pembelajaran mandiri lewat internet yang telah dia peroleh, dipadukan dalam pelajaran Bahasa Inggris. Dan juga memberikan sharing, asistensi kepada English Teachers & Non-English teachers. Beliau berpengalaman dalam Bilingual Training for School dan terlibat dalam pelatihan tersebut selama 8 tahun terakhir. Sampai saat ini masih bekerja sebagai Teacher Trainer dan CEO pada rayprofoundation sebuah lembaga konsultasi bilingual (training & coaching), language hardware & software detailed.


Jika ada pertanyaan, kami siap menjawab.

Terima Kasih.


Penelusuran program lebih detail, silahkan klik :

http://www.facebook.com/group.php?gid=121158243458#!/event.php?eid=136419634009&ref=mf
====================================================================
====================================================================

Road To International Education



Presented
by

Ramot M Simanjuntak, SS
April 3rd, 2010
Start at 09.00 - 12.00

RRayProFoundation@yahoo.com
61-21-80229257
61-21-813.8686.4167


For :
Indonesian Educators


“There are no ‘impossibility’, we must define a target and system to build a single language community. Let’s create a system that works for itself.”
(Brother Ray)

Background :

1. The field of education today needs the inclusion of the English language in order to facilitate the Information Technology for today’s global society.
2. The Government has decreed in statute 14: Teachers need to be qualified, have competence and posses a proper certification.
3. Professional teachers are needed to enhance the next generation.
4. The field of education insists upon a global education standard which has dynamic answers and instructions.
5. The majority of schools should educate local teachers to be English Facilitators.
6. This is an opportunity for bilingual teachers and their home institution to pave the way for becoming bilingual schools.

Definition :

1. Facilitator : Faculty and staff who are capable of facilitating students using English language as a second language. We want to achieve an “Applied English Community” and “ Teaching- Learning Activities”.

2. Motivator : Faculty staff who can aptly motivate students using direct role-play in the “Art of English” so students will see the importance of t English in an academic light.

3. Maximized Teacherhood : Here, we will find educators and administrators who have the willingness and potential to understand what globalization is? and use their profession to include this in their lesson plans.

Goals :

To install the English language as a routine second language in schools for this to succeed, teachers must


1. Become an English facilitator (by selection)
2. Oral participation in a daily learning process
3. Activate group discussions in order to teach the students the “Art of English”
4. Use presentations to improve oral skill, for both teacher and students
5. Contact foreign brother or sister schools via internet to increase the use of English language between teachers and students worldwide.
6. Collaborate with international school teachers to gain additional educational topics.
7. Access and membership provided to international test.

Process :

1. Pretest (instant structure)
2. Courses for faculty, staff, and administration (minimum 32 hours)
3. Tests (selection for English facilitators)
4. Course aspirant-facilitator (minimum 32 hours)
5. Installment facilitator
6. Programs focusing on updated curriculum and syllabus.
7. Compile and present information to students and parents
8. Seminar for upkeep and maintenance.
9. Program Launch at the beginning of a school year.
Supervision and Evaluation report
NB : Training to become a facilitator is a separate class

Bilingualism :

1. 70% of the world’s population uses more than one language
2. Being bilingual has a positive asset
3. It surely benefits student's intellectual progress
4. Supporting development of the mother tongue enhances the development of the second language
5. Learning a second language happens most effectively when taught as a means of learning
6. Acquiring a second language requires motivation
7. Greatest motivators are teachers and parents

Speaker Profile :

Ramot Mangatur Simanjuntak has 11 years of English teaching experience, using the motto: English is everyone’s second language. Ramot is a graduate of UNIKA St. Thomas University (Medan 1998). He joined and organized several seminars, workshops and English courses in Jadebotabek, Medan, Surabaya, Semarang, Lampung, Probolinggo, Pekan Baru, Banyuwangi and Batam. Assist, motivate and explain why the internet is so important and useful for English and non-English teachers. During the past he ha combined and developed training schedules and courses to become a facilitator, bilingual teacher, bilingual school and bilingual trainer. Until today being a teacher trainer and the Founder of RayProFoundation ; a bilingual consulting firm (training and coaching) for language hardware and software.

YOU HAVE QUESTIONS, I HAVE ANSWERS

Thank you very much.

For detail browsing you may click on this :

http://www.facebook.com/group.php?gid=121158243458#!/event.php?eid=136419634009&ref=mf


====================================================================
====================================================================

20 Sikap Guru efektif



1. Memiliki kadar pengetahuan yang maju di mata pelajaran spesialisasinya.
Guru yang pengetahuannya sudah maju menghasilkan siswa yang nilainyalebih bagus dalam tes standar. Guru yang menguasai wilayah mata pelajarannya, lebih siap menjawab pertanyaan-pertanyan siswa dan menjelasakan konsep secara lebih baik. Tidak gugup dan penjelasannya tidak membingungkan.

2. Berpengalaman mengajar (paling sedikit tiga tahun).
Guru yang berpengalaman cenderung tahu lebih baik apa aktivitas dan praktik mengajar yang harus dipakai saat mengajarkan konsep-konsep tertentu. Dia juga lebih mampu mengindividualisir pelajaran agar cocok dengan kebutuhan setiap siswa.

3. Ucapannya jelas.
Guru dengan kemampuan verbal tinggi dan punya kosakata luas cenderung menghasilkan siswa yang dapat mengerjakan tes standar secara lebih baik.

4. Antusias.
Jika anda menunjukkan antusiasme saat mengajar, maka akan memotivasi siswa untuk belajar. Antusiasme dapat ditandai dengan penyampaian vokal secara cepat dan bersemangat., dengan gerak tangan, kontak mata yang bervariasi dan tingkat energi tinggi. Antusiasme guru juga diikuti dengan meningkatnya penyimpanan memori di kalangan siswa.

5. Peduli
Tunjukkan kepedulian yang tulus. Benar-benar memperhatikan kesehatan dan kehidupan pribadi siswa. Berikap ramah dan mau mendengarkan masalah siswa maupun orang tuanya. Sehingga suasana kelas terbangun menjadi hangat dan siswa berani ikut terlibat mengambil keputusan. guru peduli sering menghadiri ekstrakurikuler siswa, melihat kegiatan konser atau pertandingan olah raga.

6. Ceria dan santai
Kepribadiannya amat baik karena menikmati kegembiraan dari pekerjaannya sebagai pengajar. Ia berpartisipasi dalam kegiatan dengan siswa, punya rasa humor yang baik dan akan sering tertawa bersama siswa.

7. Siap bekerjasama dengan guru lain maupun orang tua siswa.

8. Berniat memperbaiki kecakapan mengajarnya dan memajukan pendidikannya.

9. Kelasnya secara struktural teratur baik untuk memaksimalkan waktu mengajar.

10.Menempelkan aturan pada dinding kelas.

11. Menempelkan karya semua siswa di dinding kelas.

12. Menjaga waktu transisi antar kegiatan sesedikit mungkin.

13. Masuk kelas dalam keadaan siap.

14. Dorongan positif.

15. Memonitor dan menangani gangguan kecil di kelas.

16. Suka berkeliling.

17. Mendisiplinkan siswa secara adil dan wajar

18. Menyampaikan harapan akademik yang tinggi.

19. Menunjukkan suatu tingkat perencanaan dan organisasi yang tinggi.

20. Mengajar berdasarkan teori dan praktik pendidikan yang kuat.


====================================================================
====================================================================


APA ITU SEKOLAH BILINGUAL ?


I. PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir ini, para ahli pendidikan telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memodernisasi sistem pendidikan sekolah. Tujuan dari program ini adalah untuk memungkinkan para siswa meningkatkan dan mengembangkan pola pikir mereka melalui tehnik-tehnik pengajaran yang melibatkan para siswa secara aktif. Metodologi ini akan menghapus kebosanan dan frustrasi didalam kelas.
Bi berarti dua. Contoh kosa kata dalam Bahasa Inggris yang menggunakan awalan bi untuk menggambarkan penggabungan dua buah benda atau hal antara lain: bicycle, binoculars, dan bilateral. Jadi, belajar di sekolah bilingual adalah belajar dengan menggunakan dua buah bahasa. Hal ini bukan berarti belajar Bahasa Inggris semata tetapi menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia untuk mempelajari sebuah kurikulum. Anak-anak yang usianya lebih muda akan lebih mudah menyerap materi pada saat mereka belajar di sekolah bilingual bila dibiasakan.
Bahasa yang digunakan di sekolah bilingual adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bahasa Indonesia digunakan karena merupakan bahasa nasional dan Bahasa Inggris adalah bahasa internasional.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar di sekolah bilingual akan memperoleh ransangan otak sel yang menjadikan mereka lebih aktif dan tertarik untuk belajar. Umumnya, jumlah siswa di sekolah bilingual untuk tingkat Taman Kanak-kanak (TK) adalah 20 orang per kelas dan 25 orang untuk tingkat Sekolah Dasar (SD). Selain itu, setiap kelas idealnya terdiri dari 2 orang guru untuk lebih dapat memberikan perhatian individual kepada setiap siswanya.
Dengan rasio Siswa : Guru = 25 : 2 atau 20 : 2, dan didukung oleh fasilitas-fasilitas yang menunjang serta alat-alat peraga pengajaran, otomatis biaya sekolah di sekolah bilingual menjadi lebih mahal.


II. TUJUAN PENDIDIKAN SEKOLAH BILINGUAL

Pendidikan bilingual memiliki dua tujuan yang berbeda. Yang pertama adalah pengembangan Bahasa Inggris secara akademik untuk keberhasilan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dan yang kedua adalah melestarikan warisan bahasa. Program pendidikan yang baik akan mencapai kedua tujuan tersebut. Namun fokus utama dari Program Bilingual raypro adalah yang pertama.

Hal ini didasari oleh kenyataaan bahwa transfer literatur antar bahasa melalui pengembangan literatur bahasa Ibu merupakan sebuah jalan pintas untuk mempelajari literatur Bahasa Inggris. Alasannya sederhana: Jika kita belajar untuk membaca dengan memahami makna pada setiap halaman, maka akan lebih mudah untuk belajar membaca jika kita memahami bahasa yang digunakan. Sekali kita dapat membaca, kita akan tetap dapat membaca, yakni kemampuan untuk mentransfer ke bahasa lain.


III. PERTIMBANGAN SEKOLAH BILINGUAL

1. Keuntungan Belajar di Sekolah Bilingual

Para peneliti percaya bahwa siswa/i bilingual dapat mengembangkan kemampuannya pada sisi kognitif. Hal ini dapat menjelaskan mengapa siswa/i bilingual akan mendapatkan nilai yang lebih baik pada aspek kecerdasan verbal, konseptualiasi, pola pikir, pemecahan masalah. Mereka akan dapat melakukan pendekatan dalam mempelajari bahasa secara lebih baik. Dalam hal ini, sistem pengajaran dapat memberikan nilai lebih kepada para siswa/i dalam menyerap ilmu pengetahuan.

2. Belajar ‘Bahasa Kedua’ Lebih Dini
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar bahasa kedua lebih dini (English-as-a Second Language/ESL) adalah lebih baik. Hal ini setidaknya berkaitan dengan kemampuan anak-anak dan ransangan secara umum pada tahap ini. Pada usia lebih dewasa, kemampuan pendengaran dan kemampuan untuk menirukan bunyi menjadi bekurang. Namun pada dasarnya tidak ada kata terlambat untuk belajar bahasa kedua. Siswa/i yang usianya lebih muda tidak memiliki rasa takut yang berlebihan bila mereka membuat kesalahan sehingga komunikasi dengan menggunakan bahasa lain menjadi lebih lancar.

3. Pendidikan Bilingual Dapat Diterapkan Pada Semua Tipe Anak

Selama ini tidak pernah ada hambatan dalam mempelajari bahasa kedua. Anak-anak bilingual tidak memiliki kemampuan mental yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak monolingual, bahkan lebih baik. Menjadi bilingual bukanlah merupakan sesuatu yang langka didunia. Riset terakhir menunjukkan bahkan lebih dari setengah populasi dunia adalah bilingual, bahkan multilingual.


IV. PROSES PENERAPAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA KEDUA

Proses penyerapan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (English-as-a Second Language/ESL) akan melalui suatu rangkaian penyerapan yang konsisten pada anak-anak yang mempelajarinya. Pertama, ada suatu periode dimana anak-anak masih tetap menggunakan bahasa ibunya pada situasi penerapan bahasa kedua. Kedua, anak-anak akan memasuki periode non-verbal atau silent. Selanjutnya, mereka akan mulai
menggunakan frase telegraphic atau menangkap frase bahasa kedua. Dan yang terakhir adalah mereka mulai berani menggunakan bahasa kedua tersebut.

PROSES PENYERAPAN BAHASA KEDUA

Periode tersebut tidak dapat ditentukan secara tepat karena hal ini sangat tergantung kepada motivasi setiap anak, strategi dan metode pengajaran, lingkungan sekitar, dan dukungan dari orang tua.


V. PERANAN GURU
raypro akan memberikan pelatihan (64 jam) kepada para guru sehingga para guru tersebut akan dapat menerapkan proses pendidikan bilingual dan dapat mengimplementasikan hal-hal berikut ini:

1. Guru dapat memotivasi siswa/i untuk berani berbicara bahasa kedua. Selain itu, guru beserta Kepala Sekolah dan tenaga administrasi bersama-sama menciptakan suatu lingkungan berbahasa Inggris yang baik.
2. Guru memberikan tugas-tugas tertulis untuk meningkatkan pola pikir dan kemampuan siswa dalam menulis dan membaca.
3. Menerapkan adaptasi dan strategi untuk menciptakan akses pada kemampuan siswa dalam menulis pemahaman konseptual.


A Four - Major Target
1. Environment Project
a. Penulisan seluruh Banner di lingkungan sekolah.
b. Surat edaran untuk siswa menggunakan dua bahasa.
c. English Day selama 1 hari dalam seminggu.
d. Menyapa tamu (Greeting ) dalam Bahasa Inggris.


====================================================================
====================================================================


Sekolah Berbahasa Inggris, Perlukah?



Sekolah Berbahasa Inggris, Perlukah?
Untuk : Mater Dei School, Probolinggo
Oleh : Brother Ray

Dewasa ini Bahasa Inggris sudah diterima sebagai Bahasa Internasional yang terkemuka karena dianggap menjadi sarana komunikasi terpenting masyarakat Indonesia untuk merespon tuntutan kemajuan zaman. Untuk itulah bahasa Inggris sudah diperkenalkan secara luas mulai usia dini baik di sekolah-sekolah formal maupun non-formal.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa usia dini merupakan usia paling peka belajar bahasa. Maka atas dasar itulah pengajaran Bahasa Inggris untuk anak-anak usia dini mulai TK dan Sekolah Dasar sudah secara luas ditawarkan di berbagai sekolah di perkotaan termasuk di Kota Semarang. Terlepas dari masih adanya pro dan kontra pertimbangan didaktis mengenai pembelajaran bahasa mulai usia dini ini, kebutuhan semacam itu sudah diterima oleh sebagian besar masyarakat.

Persoalannya adalah bahwa pengajaran Bahasa Inggris untuk kelompok usia semacam ini menuntut penanganan khusus yang berbeda dengan pengajaran kepada kelompok umur yang lain. Ini terbukti dari kenyataan bahwa tidak semua guru mampu dan berhasil mengajar anak-anak. Boleh jadi karena dalam mengajar anak dibutuhkan kemampuan menyelami dunia anak dan kemampuan memasuki dunia mereka yang masih sangat imajiner.

Dewasa ini kebebasan setiap institusi untuk berkembang sesuai potensi yang ada telah memungkinkan pengajaran anak dikembangkan secara maksimal dengan teknik mengajar anak yang digali dari berbagai sumber baik dari buku, saling bertukar pengalaman maupun dari seminar dan lokakarya.

Selain itu, saat ini pengajaran untuk semua bidang studi diwajibkan untuk menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang belakangan ini berganti lagi menjadi kurikulum KTSP (istilah blogger guru KaTe SiaPe…), tidak terkecuali pengajaran Bahasa Inggris yang di dalamnya mensyaratkan penekanan pada aspek komunikatif, tugas-tugas penunjang kemampuan komunikasi, perimbangan analisis situasional yang realistik, pemakaian materi yang otentik, penekanan tugas kelompok, dsb.

Berdasarkan realitas tersebut Fakultas Sastra Unika Soegijapranata memandang perlu untuk membuat kelanjutan dari workshop kedua tahun 2005 dengan menyelenggarakan workshop bagi para tenaga pengajar Bahasa Inggris untuk tingkat TK, SD, SMP maupun pengajar Kursus Bahasa Inggris di sekitar kota Semarang ini dengan harapan terbentuk sebuah forum guru yang kelak bisa saling tukar menukar pengalaman dan membuka perspektif baru dunia pengajaran Bahasa Inggris usia dini sehingga semakin memperkaya dan meningkakan kualitas pengajaran di masing-masing institusinya.

Kegiatan ini bertujuan untuk:
Memberikan pengetahuan bagi para pengajar Bahasa Inggris untuk anak usia dini tentang pemakaian dan manfaat lagu-lagu untuk meningkatkan pemahaman anak akan arti kata. Melalui lagu, anak diperkenalkan pada suprasegmental phonetics yang akan membantu anak melewati tahapan pemahaman menuju verbal output yang sempurna.
Memberikan pengalaman kepada para pengajar Bahasa Inggris untuk menggunakan lagu melalui praktek simulasi kelompok.
Memberikan kesempatan kepada para peserta untuk mendapatkan umpan balik dan masukan perbaikan dari nara sumber yang kompeten dalam mengaplikasikan lagu-lagu di kelas bahasa Inggris
Pembicara dan Penyaji Workshop

Dengan kasat mata pun kita bisa melihat bahwa Korea telah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Pendidikan tentu merupakan salah satu energi utama kesuksesan ini. Dengan sistem yang tak jauh berbeda dengan Indonesia, di mana sekolah tidak gratis, para orang tua di Korea berusaha mati-matian untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Paradigma pendidikan di Korea pun bisa dikatakan mirip dengan kita. Bidang-bidang eksakta masih dianggap berstatus tinggi, profesi medis pun jadi obesesi, dan gelar sarjana sangat menentukan tingkat gaji, kemudahan karir, bahkan pencarian jodoh. Mirip kan dengan kita? Hanya saja itu tadi, pengorbanan mereka sampai keringat kering. Orang tua akan melakukan apa saja agar anak-anak mereka bisa tetap bersekolah tanpa harus bekerja sampingan (karena biaya hidup tidak murah). Bayangkan saja, dengan luas negara yang hanya sedemikian, pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi, tak heran tiap individu begitu kerasnya berusaha. Ujian masuk universitas (SPMB) sudah begitu mewahnya. Bahkan katanya, ujian masuk SMA saja sudah cukup bergengsi. Karena mereka tak main-main, output yang dihasilkan pun bukan main jadinya.

Masalahnya, persaingan selalu ada dan bahkan semakin meningkat setiap saat. Di era sekarang ini mereka tidak hanya bersaing dengan sesama orang Korea, tapi juga orang-orang dari seluruh dunia. Mungkin analogi saya sedikit imajiner, tapi biarlah. Kasarnya seperti ini: dengan gaya yang sama, permukaan yang lebih kecil akan menghasilkan tekanan yang lebih besar, P = f/A. Masih ingat fisika, kan? Mungkin hukum ini berlaku juga di masyarakat. Dengan wilayah yang hanya 99,646 km persegi (bandingkan dengan pulau Jawa 126,700 km persegi - data Wikipedia), wajar jika tekanan yang mereka rasakan lebih besar daripada tekanan yang dirasakan Amerika Serikat dengan ambisi pendidikan yang sama. Meski menyedihkan, tak cukup mengherankan bila tingkat bunuh diri siswa cukup tinggi. Bayangkan, yang bunuh diri itu masih siswa, bukan rocker yang kecanduan drugs.

Tekanan yang besar dirasakan juga pada bidang bahasa Inggris. Mereka sadar bahwa kompetensi internal harus juga bisa bersaing di tingkat internasional. Akibatnya, ambisi dan obsesi semakin menjadi. Pendidikan sudah menjadi obsesi nasional di Korea, kini bahasa Inggris. Ambisi ini antara lain terwujud dalam lirik lagu yang sudah banyak menyisipkan bahasa Inggris, pemberian judul film (meski percakapannya memakai bahasa Korea), sampai variety show yang diikuti artis-artis yang mempunyai segment bahasa Inggris (misal, Speed English di acara Star Golden Bell). Kini, para orang tua pun mulai mempersiapkan balita mereka agar globally competitive. Di bawah usia 5 tahun anak-anak ini sudah duduk di depan tutor mereka, mendengarkan pelajaran bahasa Inggris dalam bahasa Inggris. Balita di Indonesia ngapain, ya?

Di usia SMA mereka biasanya mempunyai tutor privat dan diharapkan sudah siap dengan kemampuan bahasa Inggris mereka. Obsesi bahasa Inggris ini sendiri sudah menciptakan suatu pasar baru. Lembaga kursus bahasa Inggris dengan native speaker, tutor privat, sampai TK bahasa Inggris jadi trend. Yang cukup membuat saya ngowoh adalah biaya TK berbahasa Inggris berkisar $1000 per bulan. Seperempat sampai sepertiga gaji bulanan middle class di Amerika hanya untuk biaya TK? Biaya yang para orang tua ini keluarkan dalam setahun dikabarkan melebihi anggaran pemerintah untuk pendidikan. Tapi jangan bandingkan dengan anggaran pemerintah kita tercinta. Belum lagi camp yang berjalan mulai dari hitungan minggu sampai bulan di English Village, sebuah kota yang sengaja dibangun untuk menciptakan nuansa luar negeri dengan berbahasa Inggris lengkap dengan imigrasi, kantor polisi, hotel, perpustakaan, teater, dan kafe-kafe. Katanya, bila ketahuan berbicara dalam bahasa selain Inggris bisa kena denda.

Belum cukup sampai di situ, pasar terus berkembang. Mengetahui animo para orang tua yang besar, kini meningkat pula praktek operasi lidah oleh para dokter bedah Korea. Kalau di showbiz ada Dokter Plastik, di dunia pendidikan (bahasa Inggris) ada Dokter Lidah. Para dokter ini mengatakan (setelah riset) bahwa lidah orang Korea secara genetik sulit mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris, terutama lafal L atau R yang memang sedikit rolling. Bagaimana ya, agak susah mengungkapkannya, seperti pengucapan” radio” dalam bahasa Inggris. Jadi, seperti sunat, lidah anak-anak kecil ini dioperasi (dipotong sedikit bagian bawah lidah) sehingga menjadi lebih bebas bergerak. Perubahan memang ada (they’d better be different karena memang dioperasi), tapi sampai sejauh inikah?

Lagi-lagi Korea mengalami perubahan lanskap bisnis yang fenomenal. Merasa ada kesamaan antara dunia hiburan dan pendidikan di Korea dalam perubahan lanskap bisnis? Tampaknya para dokter sedang memegang kendali di balik layar?



Referensi : Dari beberapa blog bahasa Inggris dan pemikiran penulis sendiri sebagai teacher, trainer, dan Linguist Terapan.



Medio September 2008,
Penulis adalah CEO raypro Language Consulting, Jakarta.

For Seminar & Workshop :
Contact Person : Ramot Simanjuntak, SS
0813.8686.4167
021-80229257

2. Teachers and Staff Training
a. Praktek berkala selama dua bulan
b. Penyeragaman Simple Order untuk guru dan staf.
c. Penunjukan Teacher's in Charge.
d. Penambahan kosa kata baru untuk guru.
e. Guru kelas dan guru Bahasa Inggris wajib berbahasa Inggris.
f. Penekanan pada Simple Order dari Grammar

3. Students Practice
a. Pembiasaan Simple Order sesama siswa.
b. Ketika English Day, siswa diberi dukungan untuk berbahasa Inggris.
c. Penambahan Materi Conversation Class 1 x dalam 1 minggu/kelas
(selama 1 jam).
d. Penulisan jadwal mata pelajaran dalam Bahasa Inggris
e. Siswa menambah dua kosa kata baru / hari dirumah sebagai peran
serta orang tua.
f. English Performance for Student.

4. Parents Seminar
Sosialisasi program Bilingual School untuk orang tua siswa sebagai bentuk
dukungan koordinasi dan kerja sama sekolah dan orang tua.


For Workshop and Seminar Contact us : Brother Ray

Phone : 62-21-80229257
Fax : 62-21-84977790
========================================================================
========================================================================


Hidup Dan Tumbuh Dengan Dua Bahasa


 Hidup dan Tumbuh Dengan Dua Bahasa
Untuk : Mater Dei School, Probolinggo
Oleh : Brother Ray

Menulis tentang bahasa dan pemakaiannya terutama untuk anak yang tumbuh dengan 2 bahasa sebetulnya sudah lama ingin saya lakukan. Diperhadapkan pada lingkungan, yang ini terasa bagi saya berat, tidak hanya dalam hubungannya mengadaptasikan anak-anak tapi juga adaptasi yang luarbiasa besar bagi saya.

Mengadaptasikan ini, bagi saya termasuk membiasakan ritma kehidupan yang baru dan mengenalkan lingkungan dan bahasa yang baru, terutama untuk putri saya Geofany Laura Anoints Simanjuntak yang telah berusia 1 tahun 11 bulan (ketika saya menulis bahan ini).

Namun saya sadari jangankan untuk putri saya, untuk istri saya saja terkadang apa yang dibayangkan seringkali tidak beririsan dengan kenyataannya. Sehingga saya putuskan untuk sedikit membantunya di rumah dengan mengajaknya bicara bahasa Inggris dan mengajari istri bahasa Inggris (walaupun sampai tulisan ini saya buat, saya belum sempat mengajari istri secara teoritis) . Dengan harapan setidaknya dia bisa lebih mudah mengerti dan masuk ke lingkungan baru serta bisa menyatakan pikirannya ke pendidikan TK bila ia menginginkan sesuatu. Dilenakan oleh waktu dan kesibukan, hal ini berlangsung cukup lama sampai suatu waktu saya sadari, putri saya semakin sulit mengerti saya bila saya bicara dalam bahasa Indonesia yang panjang.

Saya dan istri (Eunike Hotnida Shentamala Sitompul) memang di rumah memakai bahasa gado-gado (Bahasa Indonesia, Batak, Inggris) dan dengan anak pun walaupun seringnya saya berbahasa Indonesia tidak jarang kata-kata Inggris saya gunakan.

Setelah melihat sendiri sample Keluarga Bilingual, Keluarga Mayong Suryo Laksono, ternyata dalam hal bilingual ini sangat diuntungkan, bila orang tua tidak bicara bahasa Inggris karena dengan itu bahasa ibu (dalam konteks keluarga saya Indonesia) terpelihara secara konsekuen di rumah dengan anak. Dengan begitu anak-anak tersebut memiliki kemampuan untuk memisahkan dengan jelas kapan bahasa ibu dipakai dan kapan bahasa di luar itu digunakan. Pada akhirnya kedua bahasa itu tumbuh dengan baik secara simultan tanpa ada satu bahasa pun dirugikan.

Menurut penelitian yang tertulis di wikipedia, hasil studi dari Lambert dan Peal di Universitas McGill di Montreal: “The relation of bilingualism to intelligence”, bahkan menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh dengan dua bahasa memiliki intelegensia lebih tinggi dari anak-anak yang tumbuh dengan satu bahasa saja. Para peneliti namun tidak dapat memastikan apakah anak dari dua bahasa yang berkembang dengan baik kah yang memiliki intelegensia yang tinggi atau sebaliknya. Feldman dan Shen juga Lemmon dan Goggin menemukan dalam studinya bahwa anak-anak yang tumbuh dengan dua bahasa dapat lebih baik menyelesaikan ujian bahasanya, karena mereka lebih dapat mengerti bangun sebuah kalimat dan tata bahasa.

Teori ini menggagalkan ungkapan para peneliti antara tahun 50 sampai 70-an yang mengatakan bahwa bilingual menyebabkan intelegensia yang tidak berkembang. Studi itu sekarang dianggap tidak sempurna.

Sebuah artikel dari Bialystok di Universitas York Kanada, (Bilingualism, Aging, and Cognitive Control) memperlihatkan selain itu bahwa kemampuan belajar manusia dengan dua bahasa di masa tua tidak cepat luntur dibandingkan manusia yang hanya bicara satu bahasa saja. Untuk itu ... marilah pelihara bahasa Indonesia dan daerah yang baik di rumah dengan anak-anak !!!

KAPAN ANAK BELAJAR BAHASA INGGRIS?
Ada anggapan, semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa daripada orang dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan jaminan. Sementara yang lain bilang, keberhasilan belajar bahasa asing sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya. Mana yang benar?
E. Kosasih, mahasiswa Pengajaran Bahasa pada Program Pascasarjana IKIP Bandung, dan wartawan Intisari A. Hery Suyono menuturkannya berikut ini.

Belakangan ini aneka kursus bahasa asing, terutama Inggris, kian semarak. Tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Lembaga persekolahan pun tak mau ketinggalan zaman. Pengajaran bahasa Inggris yang semula hanya dikenal di tingkat SMTP, kini diberikan kepada siswa SD, bahkan murid Sekolah Taman Kanak-Kanak.

Fenomena seperti itu antara lain terpacu oleh obsesi orang tua yang menghendaki anaknya cepat bisa berbahasa asing. Mereka berpandangan, semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah ia menguasai bahasa itu. Lalu, bagaimana pendapat para pakar bahasa?

Masa emas belajar bahasa
Beberapa pakar bahasa mendukung pandangan "semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu". Misalnya, McLaughlin dan Genesee menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa.

Demikian pula Eric H. Lennenberg, ahli neurologi, berpendapat bahwa sebelum masa pubertas, daya pikir (otak) anak lebih lentur. Makanya, ia lebih mudah belajar bahasa. Sedangkan sesudahnya akan makin berkurang dan pencapaiannya pun tidak maksimal.

Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, menyebut bahwa usia 6 - 12 tahun, merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus.

Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis. Cukup dengan Pemajanan Diri (Self-Exposure) pada bahasa tertentu, misalnya ia tinggal di suatu lingkungan yang berbahasa lain dari bahasa ibunya, dengan mudah anak akan dapat menguasai bahasa itu. Masa emas itu sudah tidak dimiliki oleh orang dewasa.

Namun, bukan berarti orang dewasa tidak mampu menguasai bahasa kedua (bahasa asing). Lenneberg mengemukakan, orang dewasa dengan inteligensia rata-rata pun mampu mempelajari bahasa kedua selewat usia 20 tahun. Bahkan ada yang mampu belajar berkomunikasi bahasa asing pada usia 40 tahun.

Kenyataan itu tidaklah bertentangan dengan hipotesis mengenai batasan usia untuk penguasaan bahasa karena penataan bahasa pada otak sudah terbentuk pada masa kanak-kanak. Hanya saja lewat masa pubertas terjadi "hambatan pembelajaran bahasa" (language learning blocks). "Jadi, maklum bila belajar bahasa selewat masa pubertas, justru lebih repot daripada ketika usia lima belas atau lima tahun," ujar Bambang.

Pada penguasaan bahasa pertama dikenal istilah "masa kritis" (critical period). Pada penguasaan bahasa kedua (bahasa asing) terdapat istilah "masa peka" (sensitive period). Berdasarkan penelitian Patkowski, masa peka penguasaan sintaksis bahasa asing adalah masa sampai usia 15 tahun. Anak yang dihadapkan pada bahasa asing sebelum usia 15 tahun mampu menguasai sintaksis bahasa asing seperti penutur asli. Sebaliknya, pada orang dewasa hampir tak mungkin aksen bahasa asing dapat dikuasai.

Lebih detail dipaparkan oleh peneliti lain. Penelitian Fathman terhadap 200 anak berusia 6 - 15 tahun yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di sekolah di AS, menunjukkan bahwa anak yang lebih muda (usia 6 - 10 tahun) lebih berhasil pada penguasaan fonologi (tata bunyi) bahasa Inggris. Sedangkan pada anak lebih tua (11 - 15 tahun) lebih berhasil pada penguasaan morfologi (satuan bentuk bahasa terkecil) dan sintaksisnya (susunan kata dan kalimat).

Masih tentang penguasaan aspek tertentu dari bahasa asing dalam kaitannya dengan faktor usia, Scovel menyebutkan, kemampuan untuk menguasai aksen bahasa asing berakhir sekitar usia 10 tahun. Sedangkan penguasaan kosa kata dan sintaksis, menurut catatannya, tidak mengenal batasan usia.

Pro-Kontra Periode Kritis
Masa ideal anak belajar bahasa bertolak dari apa yang disebut periode kritis bagi penguasaan bahasa ibu. Periode kritis sebenarnya masih berupa hipotesis bahwa dalam perjalanan hidup manusia terdapat jadwal biologis yang menentukan masa-masa kegiatan seseorang (Brown, 1994).

Periode kritis sering dihubung-hubungkan dengan proses pembelahan antara otak kiri dengan otak kanan. Hasil penelitian neurologis menyebutkan, pada usia menjelang dewasa, fungsi-fungsi kemanusiaan terbagi atas dua bagian. Fungsi intelektual, logika, analisis, dan kemampuan berbahasa berada pada otak bagian kiri. Sedangkan fungsi yang berhubungan dengan emosi dan fungsi lain yang bersifat sosial dikendalikan oleh belahan otak kanan. Ketika memasuki proses pembelahan otak itulah, menurut para pakar anatomi bahasa, masa peka bahasa itu berlangsung.

Setelah proses "penyebelahan" (lateralization) otak selesai, menurut hipotesis , perkembangan bahasa cenderung menjadi "beku". Keterampilan dasar yang belum dapat dicapai pada masa itu (kecuali untuk artikulasi) biasanya akan tetap tidak sempurna.

Kapan tepatnya proses terjadinya masa pembelahan otak, masih terdapat ketidaksepakatan di antara para ahli. Pandangan-pandangan yang berseberangan antara lain dikemukakan oleh Sorenson dan Jane Hill.

Menurut penelitian Sorenson terhadap suku Tukaro di Amerika Selatan, menjelang usia dewasa masyarakat Tukaro paling tidak sudah menguasai dua atau tiga dari 24 bahasa yang biasanya mereka pergunakan. Yang lebih mengherankan lagi, jumlah penguasaan bahasa itu malahan semakin banyak dan lebih sempurna ketika mereka menjelang usia tua.

Bukti lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya terhadap masyarakat Barat, Jane Hill berkesimpulan bahwa dalam perkembangan normal seseorang dapat mempelajari bahasa asing dengan sempurna, terlepas dari apakah ia berusia muda atau tua.

Proses pembelahan otak, menurut Eric Lenneberg, terjadi sejak anak berusia dua tahun dan berakhir menjelang pubertas. Sedangkan Norwan Geshwind berpendapat, pembelahan otak (periode kritis) usai jauh sebelum masa pubertas. Lebih ekstrem lagi pendapat Stephen Krashen, yakni proses pembelahan itu berakhir sewaktu anak berusia lima tahun.

Dengan demikian, jelas bahwa hipotesis periode kritis tidak bisa dijadikan kriteria keberhasilan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Keberhasilan seseorang belajar bahasa asing, menurut Gardner dan Lambert, tidak tergantung pada kemampuan intelektual atau kecakapan bawaan berbahasa, tetapi sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya.


Bukan jaminan
Sejak masuk SD bahkan TK, anak sudah "dituntut" menguasai lebih dari satu bahasa; bahasa daerah dan Indonesia. Keduanya dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar.

Betapa beratnya beban mereka, bila kemudian masih ditambah lagi belajar bahasa Inggris. Empat bahasa harus mereka kuasai dalam satu periode, misalnya.

Kenyataan itu bukannya menambah cepat anak menguasai bahasa asing. Di samping akan menimbulkan beban psikologis, tak tertutup kemungkinan laju perkembangan bahasa daerah dan nasional anak pun malahan terhambat, atau justru merusak sistem-sistem bahasa yang terlebih dahulu dia kuasai.

Hal seperti itu tidak jauh berbeda dengan anak yang sedang belajar bola tangan. Sebelum ia mahir bermain bola tangan, lalu ditimpa lagi dengan permainan bola basket dan sepak bola. Pelatih tidak perlu heran apabila kemudian si anak memasukkan bola dengan tangan ketika bertanding sepak bola, atau menyundul dan menendang bola ketika anak bermain bola basket.

Jeperson jauh-jauh sebelumnya memperingatkan bahwa anak yang mempelajari dua bahasa tidak akan dapat menguasai kedua bahasa itu dengan sama baiknya. Juga tak akan sebaik mempelajari satu bahasa. Kerja otak untuk menguasai dua bahasa akan menghambat anak untuk mempelajari hal lain yang harus dia kuasai. Perkembangan bahasa anak terganggu, baik dalam penggunaan kosa kata, struktur tata bahasa, bentuk kata, dan beberapa penyimpangan bahasa lainnya.

Tidak terelakkan, dalam era global penguasaan bahasa Inggris hukumnya wajib. Siapa yang ingin luas pergaulan, sukses berbisnis, maupun menguasai ilmu pengetahuan mau tidak mau harus menguasai bahasa yang satu ini. Namun, dalam penanaman kita dituntut sikap bijak dan tidak tergesa-gesa.

Di samping perlu mempertimbangkan kemampuan anak, para orang tua hendaknya memperhatikan pula kepentingan anak akan penguasaan bahasa daerah dan nasional. Kedua bahasa itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari fungsi keseharian dan tanggung jawab sosial anak. Sebab itu, akan lebih baik bila bahasa Inggris atau bahasa asing lain diberikan setelah bahasa daerah dan bahasa nasional terkuasai secara mantap. Pengajaran bahasa asing dalam usia dini toh bukan jaminan mutlak keberhasilan berbahasa pada anak.


Referensi : Dari beberapa blog bahasa Inggris dan pemikiran penulis sendiri sebagai teacher, trainer, dan Linguist Terapan.

















Dictionary

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Cari Blog Ini